Diberdayakan oleh Blogger.

Cyber Law di Indonesia



Menurut instrumen PBB dalam Tenth United Nations Congress on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders yang diselenggarakan di Vienna, 10-17 April 2000, kategori cyber crimeCyber crime dapat dilihat secara sempit maupun secara luas, yaitu: 
(a)    Cyber crime in a narrow sense (“computer crime”): any illegal behavior directed by means of electronic operations that targets the security of computer systems and the data processed by them;

(b)    Cyber crime in a broader sense (“computer-related crime”): any illegal behaviour committed by means of, or in relation to, a computer system or network, including such crimes as illegal possession, offering or distributing information by means of a computer system or network.
Berdasarkan Instrumen PBB di atas, maka pengaturan tindak pidana siber di Indonesia juga dapat dilihat dalam arti luas dan arti sempit. Secara luas, tindak pidana siber ialah semua tindak pidana yang menggunakan sarana atau dengan bantuan Sistem Elektronik. Itu artinya semua tindak pidana konvensional dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) sepanjang dengan menggunakan bantuan atau sarana Sistem Elektronik seperti pembunuhan, perdagangan orang, dapat termasuk dalam kategori tindak pidana siber dalam arti luas. Demikian juga tindak pidana dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana maupun tindak pidana perbankan serta tindak pidana pencucian uang.

Akan tetapi, dalam pengertian yang lebih sempit, pengaturan tindak pidana siber diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”). Sama halnya seperti Convention on Cybercrimes, UU ITE juga tidak memberikan definisi mengenai cybercrimes, tetapi membaginya menjadi beberapa pengelompokkan yang mengacu pada Convention on Cybercrimes (Sitompul, 2012):

1.      Tindak pidana yang berhubungan dengan aktivitas illegal, yaitu:
a.      Distribusi atau penyebaran, transmisi, dapat diaksesnya konten illegal, yang terdiri dari:
·         Kesusilaan (Pasal 27 ayat [1] UU ITE No. 11 Tahun 2008);
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.”
Akan tetapi dalam pasal tersebut masih kurangnya kejelasan : Pertama, pihak yang memproduksi dan yang menerima serta yang mengakses tidak terdapat aturannya Kedua, definisi kesusilaannya belum ada penjelasan batasannya
·         Perjudian (Pasal 27 ayat [2] UU ITE No. 11 Tahun 2008);
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.”
Bagi pihak-pihak yang tidak disebutkan dalam teks pasal tersebut, akan tetapi terlibat dalam acara perjudian di internet misalnya : para penjudi tidak dikenakan pidana.
·         Penghinaan atau pencemaran nama baik (Pasal 27 ayat [3] UU ITE No. 11 Tahun 2008);
““Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan /atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan
dan/atau pencemaran nama baik”
Pembuktian terhadap pasal tersebut harus benar-benar dengan hati-hati karena dapat dimanfaatkan bagi oknum yang arogan.
·         Pemerasan atau pengancaman (Pasal 27 ayat [4] UU ITE No. 11 Tahun 2008);
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan
dan/atau pengancaman”.
UU ITE tidak/atau belum mengatur mengenai cyber terorisme yang ditujukan ke lembaga atau bukan perorangan.
·         Berita bohong yang menyesatkan dan merugikan konsumen (Pasal 28 ayat [1] UU ITE No. 11 Tahun 2008);
“Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”
·         Menimbulkan rasa kebencian berdasarkan SARA (Pasal 28 ayat [2] UU ITE No. 11 Tahun 2008);
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).”
·         Mengirimkan informasi yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi (Pasal 29 UU ITE No. 11 Tahun 2008);
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.”
b.      Dengan cara apapun melakukan akses illegal (Pasal 30 UU ITE No. 11 Tahun 2008);
Ayat (1)
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apapun.”
Ayat (2)
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau. Dokumen Elektronik.”
Ayat (3)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
c.      Intersepsi illegal terhadap informasi atau dokumen elektronik dan Sistem Elektronik (Pasal 31 UU ITE No. 11 Tahun 2008);
Ayat (1)
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik orang lain.”
Ayat (2)
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
Ayat (3)
“Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.”
Ayat (4)
“Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.”
2.      Tindakpidana yang berhubungandengangangguan (interferensi), yaitu:
a.      Gangguan terhadap Informasi atau Dokumen Elektronik (data interference – Pasal 32 UU ITE No. 11 Tahun 2008);
Ayat (1)
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.”
Ayat (2)
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkanatau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.”
Ayat (3)
“Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang. mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.”
b.      Gangguan terhadap Sistem Elektronik (system interference –Pasal 33 UU ITE No. 11 Tahun 2008);
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.”
3.      Tindak pidana memfasilitasi perbuatan yang dilarang (Pasal 34 UU ITE No. 11 Tahun 2008);
Ayat (1)
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki:
a. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;
b. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.”
Ayat (2)
“Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan untuk melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.”
4.      Tindak pidana pemalsuan informasi atau dokumen elektronik (Pasal 35 UU ITE No. 11 Tahun 2008);
“Setiap Orang dengan sengaja. dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.”
5.      Tindak pidana tambahan (accessoir Pasal 36 UU ITE No. 11 Tahun 2008); dan
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain”
6.      Perberatan-perberatan terhadap ancaman pidana (Pasal 52 UU ITE No. 11 Tahun 2008).
Ayat (1)
“Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga dan pidana pokok.”
Ayat (2)
“Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ,sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan publik dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga.”
Ayat (3)
“Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan, terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan strategik termasuk dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana pokok masing-masing Pasal ditambah dua pertiga.”
Ayat (4)
“Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.”
 UU ITE No. 11 Tahun 2008 juga mengatur Ketentuan Pidanyanya yang terdapat di antaranya :
Pasal 45
Ayat (1)
“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Ayat (2)
“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal, 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Ayat (3)
“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).”
Pasal 46
Ayat (1)
“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).”
Ayat (2)
“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).”
Ayat (3)
“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000,000,00 (delapan ratus juta rupiah).”
Pasal 47
“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).”
Pasal 48
Ayat (1)
“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).”
Ayat (2)
“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).”
Ayat (3)
“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”
Pasal 49
“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”
Pasal 50
“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah),”
Pasal 51
Ayat (1)
“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).”
Ayat (2)
“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).”

Pengaturan Tindak Pidana Siber Formil di Indonesia. Selain mengatur tindak pidana siber materil, UU ITE mengatur tindak pidana siber formil, khususnya dalam bidang penyidikan. Pasal 42 UU ITE No. 11 Tahun 2008 yang berbunyi “Penyidikan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud. dalam Undang-Undang ini, dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam Undang-Undang ini.” mengatur bahwa penyidikan terhadap tindak pidana dalam UU ITE dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) dan ketentuan dalam UU ITE. Artinya, ketentuan penyidikan dalam KUHAP tetap berlaku sepanjang tidak diatur lain dalam UU ITE. Kekhususan UU ITE dalam penyidikan antara lain:
-    Penyidik yang menangani tindak pidana siber ialah dari instansi Kepolisian Negara RI atau Kementerian Komunikasi dan Informatika;
-    Penyidikan dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau keutuhan data;
-    Penggeledahan dan atan penyitaan terhadap Sistem Elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat;
-    Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan Sistem Elektronik, penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.

Ketentuan penyidikan dalam UU ITE berlaku pula terhadap penyidikan tindak pidana siber dalam arti luas. Sebagai contoh, dalam tindak pidana perpajakan, sebelum dilakukan penggeledahan atau penyitaan terhadap server bank, penyidik harus memperhatikan kelancaran layanan publik, dan menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum sebagaimana diatur dalam UU ITE. Apabila dengan mematikan server bank akan mengganggu pelayanan publik, tindakan tersebuttidak boleh dilakukan.

Selain UU ITE, peraturan yang landasan dalam penanganan kasuscyber crime di Indonesia ialah peraturan pelaksana UU ITE dan juga peraturan teknis dalam penyidikan di masing-masing instansi penyidik.

Apa Itu Cyber Law



Cyber Law adalah hokum yang digunakan di dunia maya , yang umumnya di asosiasikan dengan internet. CyberLaw dibutuhkan karena dasar atau fondasi dari hukum di banyak Negara adalah “ruang dan waktu’. Sementara itu, internet dan jaringan komputer mendobrak batas ruang dengan waktu ini. Yuridis, vyberlaw tidak sama lagi denagn ukuran kualifikasi hukum tradisional. Kegiatan cyber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangan nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik.
Dengan demikian subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Dari sinilah cyberlaw bukan saja keharusan, melainkan sudah merupakan kebutuhan untuk menghadapi kenyataan yang ada sekarang ini yaitu, dengan banyaknya berlangsung cybercrime. Cyberlaw sangat dibutuhkan , kaitanya dengan upaya pencegahan tindak pidana ataupun penanganan tindak pidana. Cyberlaw akan menjadi dasar hukum dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan dengan sarana elektronik dan komputer termasuk kejahatan pencucian uang dan kejahatan terorisme.
Adapun Ruang Lingkup Cyber Law diantaranya :
• Prinsip kehati-hatian (Duty care)
• Tindakan kriminal biasa yang menggunakan TI sebagai alat
• Isu prosedural seperti yuridiksi, pembuktian, penyelidikan dll
• Kontrak / transaksi elektronik dan tanda tangan digital
• Pornografi
• Pencurian melalui Internet
• Perlindungan Konsumen

• Pemanfaatan internet dalam aktivitas keseharianseperti ecommerce, e-government, e-education dll.

Profil Anggota Tugas Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi AMIK BSI TASIKMALAYA



TUGAS EPTIK SEMESTER 4 AMIK BSI TASIKMALAYA

CYBER CRIME
DAN
CYBER LAW
DI INDONESIA



ANGGOTA KELOMPOK

1. FAUZI AHMADSYAH
     NIM : 1213xxxx

2. YONA ASMARA
    NIM : 1213xxxx

3. RYAN MAULANA PUTRA
    NIM : 1213xxxx

4. ROVIANI
    NIM : 1213xxxx
 
5. HENDRI MAHMUD NAWAWI
    NIM : 1213xxxx


JURUSAN MANAJEMEN INFORMATIKA
AKADEMI MANAJEMEN INFORMATIKA dan KOMPUTER
BINA SARANA INFORMATIKA
TASIKMALAYA
2015

 

Contoh Kasus Lainnya Yang Pernah Terjadi Di Indonesia




Kasus 1 Penggelapan Uang Bank
Pada  tahun 1982  telah  terjadi penggelapan uang di bank melalui komputer  sebagaimana  diberitakan  “Suara  Pembaharuan”  edisi  10  Januari  1991 tentang dua orang mahasiswa yang membobol uang dari sebuah bank swasta di  Jakarta  sebanyak  Rp.  372.100.000,00  dengan  menggunakan  sarana komputer.  Perkembangan  lebih  lanjut  dari  teknologi  komputer  adalah berupa  computer  network  yang  kemudian  melahirkan  suatu  ruang komunikasi dan informasi global yang dikenal dengan internet.
Pada  kasus  tersebut,  kasus  ini modusnya  adalah murni  criminal,  kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan.  Penyelesaiannya,  karena  kejahatan  ini  termasuk  penggelapan  uang  pada bank  dengan  menggunaka  komputer  sebagai  alat  melakukan  kejahatan. Sesuai dengan undang-undang  yang  ada  di  Indonesia maka, orang  tersebut diancam  dengan  pasal  362  KUHP  atau  Pasal  378  KUHP,  tergantung  dari modus perbuatan yang dilakukannya.
Bunyi Pasal 362 KUHP “barang  siapa  dengan  sengaja  mengambil  barang  yang  sepenuhnya  atau sebagian milik  orang  lain  dengan melawan  hukum maka  dihukum  sebagai pencurian  dengan  ancaman  pidana  penjara  paling  lama  5  th  atau  denda paling banyak Rp. 900,000.000.-“

Kasus 2 Tentang Pornografi :    
Kasus  ini  terjadi saat  ini dan sedang dibicarakan banyak orang, kasus video porno  Ariel  “PeterPan”  dengan  Luna Maya  dan  Cut  Tari,  video  tersebut  di unggah di  internet oleh  seorang  yang berinisial  ‘RJ’ dan  sekarang kasus  ini sedang dalam proses. Pada  kasus  tersebut,  modus  sasaran  serangannya  ditujukan  kepada perorangan  atau  individu  yang memiliki  sifat  atau  kriteria  tertentu  sesuai tujuan penyerangan tersebut.
Penyelesaian kasus  ini pun dengan  jalur hukum, penunggah dan orang yang terkait  dalam  video  tersebut  pun  turut  diseret  pasal-pasal  sebagai  berikut, Pasal 29 UURI No. 44 th 2008 tentang Pornografi Pasal 56, dengan hukuman minimal 6 bulan sampai 12  tahun. Atau dengan denda minimal Rp 250  juta hingga Rp 6 milyar. Dan atau Pasal 282 ayat 1 KUHP.
Pengaturan pornografi melalui internet dalam UU ITE
Dalam UU No.  11  Tahun  2008  tentang  Informasi  dan  Transaksi  Elektronik juga tidak ada istilah pornografi, tetapi “muatan yang melanggar kesusilaan”. Penyebarluasan muatan  yang melanggar  kesusilaan melalui  internet  diatur dalam pasal 27 ayat (1) UU ITE mengenai Perbuatan yang Dilarang, yaitu; Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan  tanpa  hak  mendistribusikan  dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau  Dokumen  Elektronik  yang  memiliki  muatan  yang  melanggar kesusilaan.
Pelanggaran  terhadap  pasal  27  ayat  (1)  UU  ITE  dipidana  dengan  pidana penjara paling  lama enam  tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 milyar (pasal 45 ayat [1] UU ITE).  Dalam  pasal  53  UU  ITE,  dinyatakan  bahwa  seluruh  peraturan  perundang-undangan yang telah ada sebelumnya dinyatakan tetap berlaku, selama tidak bertentangan dengan UU ITE tersebut.
Bunyi pasal 29 UU RI NO. 44 tahun 2008 tentang pornografi: “Setiap  orang  yang  memproduksi,  membuat,  memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan,  menyiarkan,  mengimpor,  mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan,  menyewakan,  atau  menyediakan pornografi  sebagaimana  dimaksud dalam  Pasal  4  ayat  (1)  dipidana  dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun  dan/atau  pidana  denda  paling  sedikit  Rp250.000.000,00 (dua  ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).”
Pasal 282 KUHP berbunyi:
Barangsiapa  menyiarkan,  mempertunjukkan  atau  menempelkan  di  muka umum  tulisan, gambaran atau benda yang  telah diketahui  isinya melanggar kesusilaan,  atau  barangsiapa  dengan  maksud  untuk  disiarkan, dipertunjukkan  atau  ditempelkan  di  muka  umum,  membikin  tulisan, gambaran  atau  benda  tersebut,  memasukkannya  ke  dalam  negeri, meneruskannya,  mengeluarkannya  dari  negeri,  atau  memiliki  persediaan, ataupun  barangsiapa  secara  terang-terangan  atau  dengan  mengedarkan surat  tanpa  diminta,  menawarkannya  atau  menunjukkannya  sebagai  bisa diperoleh,  diancam  dengan  pidana  penjara  paling  lama  satu  tahun  enam bulan  atau  pidana  denda  paling  tinggi  empat  ribu  lima  ratus  rupiah.”Dari kabar yang beredar di Mabes Polri, bahwa Luna dan Tari sudah menyandang predikat tersangka sejak beberapa hari lalu.
Sumber : www.hukumonline.com

Kasus 3 Tentang Hacking :
Istilah  hacker  biasanya mengacu  pada  seseorang  yang  punya minat  besar untuk  mempelajari  sistem  komputer  secara  detail  dan  bagaimana meningkatkan kapabilitasnya. Adapun mereka yang  sering melakukan aksi-aksi perusakan di  internet  lazimnya disebut cracker. Boleh dibilang  cracker ini  sebenarnya  adalah  hacker  yang  yang  memanfaatkan  kemampuannya untuk  hal-hal  yang  negatif.  Aktivitas  cracking  di  internet memiliki  lingkup yang  sangat  luas,  mulai  dari  pembajakan  account  milik  orang  lain, pembajakan  situs  web,  probing,  menyebarkan  virus,  hingga  pelumpuhan target  sasaran.  Tindakan  yang  terakhir  disebut  sebagai  DoS  (Denial  Of Service).  Dos  attack  merupakan  serangan  yang  bertujuan  melumpuhkan target (hang, crash) sehingga tidak dapat memberikan layanan.
Pada kasus Hacking ini biasanya modus seorang hacker adalah untuk menipu atau mengacak-acak data  sehingga pemilik  tersebut  tidak dapat mengakses web miliknya. Untuk kasus  ini Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat  sistem milik orang  lain,  seperti website atau  program menjadi  tidak  berfungsi  atau  dapat  digunakan  sebagaimana mestinya.  
Bunyi pasal 406 KUHP :
Barang  siapa  dengan  sengaja  dan  melawan  hukum  menghancurkan, merusakkan,  membikin  tak  dapat  dipakai  atau  menghilangkan  barang sesuatu  yang  seluruhnya  atau  sebagian  milik  orang  lain,  diancam  dengan pidana  penjara  paling  lama  dua  tahun  delapan  bulan  atau  pidana  denda  paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Kasus 4 Tentang Carding :
 Carding, salah satu  jenis cyber crime yang terjadi di Bandung sekitar Tahun 2003.  Carding merupakan  kejahatan  yang  dilakukan  untuk mencuri  nomor kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan di internet. Para pelaku yang kebanyakan remaja tanggung dan mahasiswa  ini, digerebek  aparat  kepolisian  setelah  beberapa  kali  berhasil  melakukan transaksi di internet menggunakan kartu kredit orang lain. Para pelaku, rata-rata beroperasi dari warnet-warnet yang  tersebar di kota Bandung. Mereka  biasa  bertransaksi  dengan menggunakan  nomor  kartu  kredit  yang mereka peroleh  dari  beberapa  situs.  Namun  lagi-lagi,  para  petugas  kepolisian  ini menolak menyebutkan situs yang dipergunakan dengan alasan masih dalam penyelidikan lebih lanjut.
Modus kejahatan  ini adalah pencurian, karena pelaku memakai kartu kredit orang  lain  untuk  mencari  barang  yang  mereka  inginkan  di  situs  lelang barang. Karena kejahatan yang mereka lakukan, mereka akan dibidik dengan pelanggaran Pasal 378 KUHP tentang penipuan, Pasal 363 tentang Pencurian dan Pasal 263 tentang Pemalsuan Identitas.
Bunyi dari pasal 378 KUHP yang memuat tentang tindakan penipuan adalah sebagai berikut :
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain  secara  melawan  hukum,  memakai  nama/  keadaan  palsu  dengan  tipu muslihat  agar memberikan  barang membuat  utang  atau menghapus  utang diancam karena penipuan dengan pidana penjara maksimum 4 tahun.
Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat yang berbunyi bahwa: “barang  siapa membuat  secara  palsu  atau memalsukan  sesuatu  yang  dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau suatu pembebasan utang atau yang diperuntukkan  sebagai  bukti  suatu  bagi  suatu  tindakan,  dengan  maksud untuk menggunakan  atau menyuruh  orang  lain menggunakannnya  seolah-olah  asli  dan  tidak  palsu,  jika  karena  penggunaan  itu  dapat menimbulkan suatu  kerugian,  diancam  karena  pemalsuan  surat  dengan  pidana  penjara maksimum  enam  tahun;  diancam  dengan  pidana  yang  sama  barang  siapa dengan sengaja dengan sengaja menggunakan surat yang isinya secara palsu dibuat  atau  yang  dipalsukan  tersebut,  seolah-olah  asli  dan  tidak  palsu  jika karena itu menimbulkan kerugian.

Kasus 5 Tentang Cybersquatting : 
Cybersquatting adalah mendaftar, menjual atau menggunakan nama domain dengan maksud mengambil keuntungan dari merek dagang atau nama orang lain.  Umumnya  mengacu  pada  praktek  membeli  nama  domain  yang menggunakan  nama-nama  bisnis  yang  sudah  ada  atau  nama  orang  orang terkenal dengan maksud untuk menjual nama untuk keuntungan bagi bisnis mereka . Contoh kasus cybersquatting, Carlos Slim, orang terkaya di dunia itu pun  kurang  sigap  dalam  mengelola  brandingnya  di  internet,  sampai domainnya  diserobot  orang  lain.  Beruntung  kasusnya  bisa  digolongkan cybersquat  sehingga  domain  carlosslim.com  bisa  diambil  alih.  Modusnya memperdagangkan popularitas perusahaan dan keyword Carlos Slim dengan cara menjual  iklan  Google  kepada  para  pesaingnya.  Penyelesaian  kasus  ini adalah  dengan  menggunakan  prosedur  Anticybersquatting  Consumer Protection  Act  (ACPA),  memberi  hak  untuk  pemilik  merek  dagang  untuk menuntut sebuah cybersquatter di pengadilan federal dan mentransfer nama  domain  kembali  ke  pemilik  merek  dagang.  Dalam  beberapa  kasus, cybersquatter harus membayar ganti rugi uang.
Untuk  kasus-kasus  cybersquatting  dengan menggunakan  pasal-pasal  dalam Kitab Undang-undang  Pidana Umum,  seperti misalnya  pasal  382  bis KUHP tentang Persaingan Curang, pasal 493 KUHP tentang Pelanggaran Keamanan Umum  Bagi  Orang  atau  Barang  dan  Kesehatan  Umum,  pasal  362  KUHP tentang Pencurian, dan pasal 378 KUHP tentang Penipuan; dan Pasal  22  dan  60  Undang-undang  Nomor  36  Tahun  1999  tentang Telekomunikasi untuk tindakan domain hijacking.

Kasus 6 Tentang Perjudian Online :
Perjudian  online,  pelaku  menggunakan  sarana  internet  untuk  melakukan perjudian.  Seperti  yang  terjadi  di  Semarang,  Desember  2006  silam.  Para pelaku melakukan  praktiknya  dengan menggunakan  system member  yang semua  anggotanya mendaftar  ke  admin  situs  itu,  atau menghubungi HP  ke 0811XXXXXX  dan  024-356XXXX.  Mereka  melakukan  transaki  online  lewat internet dan HP untuk mempertaruhkan pertarungan bola Liga Inggris, Liga Italia  dan  Liga  Jerman  yang  ditayangkan  di  televisi.  Untuk  setiap  petaruh yang  berhasil  menebak  skor  dan  memasang  uang  Rp  100  ribu  bisa mendapatkan uang Rp 100 ribu, atau bisa lebih. Modus para pelaku bermain judi online adalah untuk mendapatkan uang dengan cara  instan. Dan sanksi menjerat para pelaku yakni dikenakan pasal 303  tentang perjudian dan UU 7/1974 pasal 8 yang ancamannya lebih dari 5 tahun.  
PASAL 303 KUHP Tentang PERJUDIAN
(1) Diancam dengan pidana penjara paling  lama sepuluh  tahun atau pidana denda  paling  banyak  dua  puluh  lima  juta  rupiah,  barang  siapa  tanpa mendapat izin:  1.  dengan  sengaja  menawarkan  atau  memberikan  kesempatan  untuk permainan  judi  dan menjadikannya  sebagai  pencarian,  atau  dengan sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu;  2.  dengan  sengaja  menawarkan  atau  memberi  kesempatan  kepada khalayak umum untuk bermain  judi atau dengan  sengaja  turut  serta dalam  perusahaan  untuk  itu,  dengan  tidak  peduli  apakah  untuk menggunakan  kesempatan  adanya  sesuatu  syarat  atau  dipenuhinya sesuatu tata-cara;  3.  menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencarian
(2)  Kalau  yang  bersalah  melakukan  kejahatan  tersebut  dalam  menjalakan pencariannya, maka dapat dicabut hak nya untuk menjalankan pencarian itu. 
(3) Yang disebut permainan  judi adalah  tiap-tiap permainan, di mana pada umumnya  kemungkinan  mendapat  untung  bergantung  pada  peruntungan belaka,  juga  karena  pemainnya  lebih  terlatih  atau  lebih  mahir.  Di  situ termasuk  segala  pertaruhan  tentang  keputusan  perlombaan  atau permainanlain-lainnya  yang  tidak  diadakan  antara  mereka  yang  turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.
Kasus  judi  online  seperti  yang  dipaparkan  diatas  setidaknya  bisa  dijerat dengan 3 pasal dalam UU  Informasi dan Transaksi Elektonik  (ITE) atau UU No. 11 Tahun 2008. Selain dengan Pasal 303 KUHP menurut pihak Kepolisian diatas, maka pelaku juga  bisa  dikenai  pelanggaran  Pasal  27  ayat  2 UU  ITE,  yaitu  “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau  membuat  dapat  diaksesnya  Informasi  Elektronik  dan/atau Dokumen  Elektronik  yang  memiliki  muatan  perjudian”.  Oleh  karena pelanggaran  pada  Pasal  tersebut  maka  menurut  Pasal  43  ayat  1,  yang bersangkutan bisa ditangkap oleh Polisi atau “Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara  Republik  Indonesia,  Pejabat  Pegawai  Negeri  Sipil  tertentu  di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi  Informasi  dan  Transaksi  Elektronik  diberi  wewenang  khusus sebagai  penyidik  sebagaimana  dimaksud  dalam  Undang-Undang  tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan  tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik”.
Sementara sanksi yang dikenakan adalah Pasal 45 ayat 1, yaitu “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2),  ayat  (3),  atau  ayat  (4)  dipidana  dengan  pidana  penjara  paling  lama  6 (enam)  tahun  dan/atau  denda  paling  banyak  Rp1.000.000.000,00  (satu miliar rupiah).”

Kasus  7  tentang  Mencemarkan  diri  pribadi  orang  lain  dalam  ranah internet :
Prita  Mulyasari  adalah  seorang  ibu  rumah  tangga,  mantan  pasien  Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutra Tangerang. Saat dirawat di Rumah Sakit tersebut  Prita  tidak  mendapat  kesembuhan  namun  penyakitnya  malah bertambah  parah.  Pihak  rumah  sakit  tidak  memberikan  keterangan  yang pasti  mengenai  penyakit  Prita,  serta  pihak  Rumah  Sakitpun  tidak memberikan  rekam  medis  yang  diperlukan  oleh  Prita.  Kemudian  Prita Mulyasari  mengeluhkan  pelayanan  rumah  sakit  tersebut  melalui  surat elektronik yang kemudian menyebar ke berbagai mailing  list di dunia maya. Akibatnya,  pihak  Rumah  Sakit  Omni  Internasional  marah,  dan  merasa dicemarkan.
Lalu  RS  Omni  International  mengadukan  Prita  Mulyasari  secara  pidana. Sebelumnya  Prita  Mulyasari  sudah  diputus  bersalah  dalam  pengadilan perdata.  Dan  waktu  itupun  Prita  sempat  ditahan  di  Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang  sejak 13 Mei 2009 karena dijerat pasal pencemaran nama baik dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi  Elektronik  (UU  ITE).  Kasus  ini  kemudian  banyak  menyedot perhatian publik yang berimbas dengan munculnya gerakan solidaritas “Koin Kepedulian  untuk  Prita”.  Pada  tanggal  29  Desember  2009,  Ibu  Prita Mulyasari  divonis  Bebas  oleh  Pengadilan  Negeri  Tangerang.  (kasus  yang telah terjerat Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008, Pasal 27 ayat 3 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)).
Kemudian hampir di akhir  tahun 2009 muncul kembali kasus yang  terjerat oleh UU No. 11 pasal 27 ayat 3 tahun 2008 tentang UU ITE yang dialami oleh artis  cantik  kita  yaitu  Luna  Maya.  Kasus  yang  menimpa  Luna  Maya  kini menyedot  perhatian  publik.  Apalagi  Luna  Maya  juga  sebagai  publik  figur, pasti  akan menimbulkan  pro  dan  kontra  di masyarakat.  Kasus  ini  berawal dari tulisan Luna Maya dalam akun twitter yang menyebutkan “infotainment derajatnya  lebih hina dari pada pelacur dan pembunuh”. Sebenarnya hal  itu tidak perlu untuk ditulis dalam akun Twitternya, karena hal tersebut terlalu berlebihan  apalagi  disertai  dengan  pelontaran  sumpah  serapah  yang menghina dan merendahkan profesi para pekerja  infotainment. (kasus yang telah terjerat Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008, Pasal 27 ayat 3 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)) 
Bunyi pasal tersebut adalah sebagai berikut:
Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan  tanpa  hak  mendistribusikan  dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama.

Kasus 8 tentang Asusila dalam media elektronik  :
Aktor  Taura  Denang  Sudiro  alias  Tora  Sudiro  dan  Darius  Sinathrya, mendatangi  Sentra Pelayanan Kepolisian Polda Metro  Jaya untuk membuat laporan  penyebaran  dan  pendistribusian  gambar  atau  foto  hasil  rekayasa yang melanggar kesusilaan di media elektronik.  "Saya  membuat  laporan,  sesuai  apa  yang  saya  lihat  di  media  twitter. Sebenarnya,  saya  sudah  melihat  gambar  itu  bertahun-tahun  lalu.  Awalnya biasa  saja,  namun  sekarang  anak  saya  sudah  gede,  nenek  saya  juga marah-marah. Padahal sudah dijelaskan kalau itu adalah editan," ujar Tora, di depan Gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus, Polda Metro Jaya, Rabu (15/5). Ia  melanjutkan,  pihaknya  memutuskan  untuk  membuat  laporan  dengan nomor  TBL/1608//V/2013/PMJ/Dit  Krimsus,  tertanggal  15  Mei  2013, karena penyebaran foto asusila itu kian ramai dan mengganggu privasinya. "Saya  merasa  dirugikan.  Sekarang  juga  kembali  ramai  (penyebarannya), Darius  juga  terganggu. Akhirnya kami memutuskan untuk membuat  laporan. Pelakunya  belum  tahu  siapa,  namun  kami  sudah  meminta  polisi  untuk menelusurinya," ungkapnya.
Dalam  kesempatan  yang  sama,  Darius,  menyampaikan  dirinya  juga  sudah mengetahui  beredarnya  foto  rekayasa  adegan  syur  sesama  jenis  itu,  sejak beberapa tahun lalu. "Sudah  tahu  gambar  itu, beberapa  tahun  lalu. Awalnya  saya  cuek, mungkin kerjaan  orang  iseng  saja. Namun,  sekarang  banyak  teman-teman  di  daerah menerima  gambar  itu  via  broadcast  BBM.  Bahkan,  anak  kecil  saja  bisa melihat. Ini yang sangat mengganggu saya," jelasnya.
Darius yang merupakan saksi dan korban dalam  laporan  itu menambahkan,banyak  teman-teman  daerah  memintanya  untuk  mengklarifikasi  apakah benar  atau  tidak  foto  itu.  "Ya,  jelas  foto  ini palsu. Makanya  kami  laporkan," katanya.
Sementara  itu, Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Audie  Latuheru,  menuturkan  berdasarkan  penyeledikan  sementara, disimpulkan jika foto itu merupakan rekayasa atau editan. "Kami baru melakukan penyelidikan awal dan menyimpulkan  ini  foto editan, bukan  foto  asli.  Hanya  kepala mereka  (Tora, Darius  dan Mike)  dipasang  ke dalam  gambar  asli,  kemudian  ditambahkan  pemasangan  poster  Film  Naga Bonar  untuk menguatkan  karakter  itu  benar-benar  Tora.  Selain  itu  tak  ada yang  diganti.  Editor  tidak  terlalu  bekerja  keras  (mengubah),  karena  hampir mirip gambar asli," paparnya. Langkah  selanjutnya,  kata  Audie,  pihaknya  bakal  segera  melakukan penelusuran terkait siapa yang memposting gambar itu pertama kali. "Kami  akan  mencoba  menelusuri  siapa  yang  mengedit  dan  memposting gambar  itu  pertama  kali.  Ini  diedit  kira-kira  3  tahun  lalu,  tahun  2010. Kesulitan melacak memang ada, karena  terkendala waktu yang  sudah  cukup lama.  Jika  pelaku  tertangkap,  ia  bakal  dijerat  Pasal  27  Ayat  (1)  Jo  Pasal  45 Ayat (1) UU RI 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik," tegasnya.
Diketahui, sebuah foto rekayasa adegan syur sesama jenis yang menampilkan wajah Tora Sudiro, Darius Sinathrya dan Mike (mantan VJ MTV), beredar di dunia maya. Nampak adegan oral seks di dalam foto itu.
Sumber  :  http://www.beritasatu.com/hiburan/113924-tora-dan-darius-laporkan-penyebar-foto-rekayasa-adegan-syurnya-ke-polisi.html

Kasus  9 tentang Pencemaran nama baik di media elektronik  
Suami  Inggrid  Kansil,  Syarief  Hasan  tak  main-main  dengan  kicauan  yang dilontarkan TrioMacan2000 di Twitter. Berbagai pasal sudah disiapkan polisi untuk menjerat pemilik akun anonim tersebut. "Saya  secara  resmi  melaporkan  akun  TrioMacan2000  yang  telah mencemarkan  nama  baik  saya  dan  keluarga  dengan  melakukan  kejahatan elektronik informasi teknologi," tandas Syarief usai membuat laporan di Polda Metro Jaya, Kamis (16/5) petang.
Dalam  laporannya, Menteri  Koperasi  dan UKM  itu membawa  bukti  berupa print-out  kicauan  TrioMacan2000  di  Twitter.  "Saya  ingin  buktikan  secara clear, bahwa  ini betul-betul  fitnah. Dan  ini kita harus berantas dan  lawan," sebut dia.
TrioMacan2000 dilaporkan dengan pasal berlapis yaitu pasal 310, 311 KUHP dan 27 UU  ITE  tentang  fitnah dan pencemaran nama baik.  "Hukumannya 6 tahun," tegas Syarief.  Syarief mengaku  terpaksa menempuh kasus  ini hingga ke Polda Metro  Jaya. Ia  berharap,  ke  depannya  tak  ada  lagi  kasus  serupa  seperti  yang menimpa keluarganya. "Ini kan merusak nama baik saya dan keluarga, menyebarkan fitnah. Ini tidak boleh  terjadi.  Saya  harap  saya  dan  keluarga  yang  terakhir.  Pihak  kepolisian akan  tuntut  sampai  tuntas.  Apalagi  saya  dengar  ini  mudah  dilacak,"  tutup Syarief.   
Sumber:http://showbiz.liputan6.com/read/588506/fitnah-inggrid-kansil-triomacan2000-dituntut-6-tahun-penjara

Kasus 10 tentang penipuan loker pada media elektronik  :
Pada  awal  bulan  Desember  2012  tersangka  MUHAMMAD  NURSIDI  Alias CIDING  Alias  ANDY  HERMANSYAH  Alias  FIRMANSYAH  Bin  MUHAMMAD NATSIR  D  melalui  alamat  website  http://lowongan-kerja.tokobagus.com/hrd-rekrutmen/lowongan-kerja-adaro-indonesia4669270.html mengiklankan lowongan pekerjaan yang isinya akan menerima  karyawan  dalam  sejumlah  posisi  termasuk  HRGA  (Human Resource-General Affairs) Foreman dengan menggunakan nama PT. ADARO INDONESIA.  
Pada tanggal 22 Desember 2012 korban kemudian mengirim Surat Lamaran Kerja,  Biodata  Diri  (CV)  dan  pas  Foto  Warna  terbaru  ke  email hrd.adaro@gmail.com milik tersangka, setelah e-mail tersebut diterima oleh tersangka  selanjutnya  tersangka  membalas  e-mail  tersebut  dengan mengirimkan surat yang isinya panggilan seleksi rekruitmen karyawan yang seakan-akan  benar  jika  surat  panggilan  tersebut  berasal  dari  PT.  ADARO INDONESIA,  di  dalam  surat  tersebut  dicantumkan waktu  tes,  syarat-syarat yang harus dilaksanakan oleh korban,  tahapan dan  jadwal  seleksi dan  juga nama-nama peserta yang berhak untuk mengikuti tes wawancara PT. ADARO INDONESIA,  selain  itu  untuk  konfirmasi  korban  diarahkan  untuk menghubungi  nomor  HP.  085331541444  via  SMS  untuk  konfirmasi kehadiran  dengan formatADARO#NAMA#KOTA#HADIR/TIDAK  dan  dalam surat  tersebut  juga  dilampirkan  nama  Travel  yakni  OXI  TOUR  &  TRAVEL untuk melakukan  reservasi pemesanan  tiket  serta mobilisasi  (penjemputan peserta  di  bandara  menuju  ke  tempat  pelaksanaan  kegiatan)  dengan penanggung jawab FIRMANSYAH, Contact Person 082 341 055 575.
Selanjutnya  korban  kemudian menghubungi  nomor  HP.  082  341  055  575 dan  diangkat  oleh  tersangka  yang  mengaku  Lk.  FIRMANSYAH  selaku karyawan  OXI  TOUR  &  TRAVEL  yang  mengurus  masalah  tiket  maupun mobilisasi (penjemputan peserta di bandara menuju ke tempat pelaksanaan kegiatan)  PT.  ADARO  INDONESIA  telah  bekerja  sama  dengan  OXI  TOUR & TRAVEL  dalam  hal  transportasi  terhadap  peserta  yang  lulus  seleksi penerimaan  karyawan,  korbanpun  kemudian  mengirimkan  nama  lengkap untuk  pemesanan  tiket  dan  alamat  email  untuk  menerima  lembar  tiket melalui SMS ke nomor HP. 082 341 055 575 sesuai dengan yang diminta oleh tersangka,  adapun  alamat  e-mail  korban  yakni lanarditenripakkua@gmail.com.
Setelah  korban mengirim  nama  lengkap  dan  alamat  email  pribadi,  korban kemudian mendapat  balasan  sms  dari  nomor  yang  sama  yang  berisi  total biaya dan nomor  rekening.  Isi smsnya adalah  “Total biaya pembayaran  IDR 2.000.00,-  Silakan  transfer  via  BANK  BNI  no.rek:0272477663 a/n:MUHAMMAD  FARID”  selanjutnya  korbanpun  kemudian  mentransfer uang sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) untuk pembelian tiket, setelah mentransfer  uang  korban  kembali  menghubungi  Lk.  FIRMANSYAH  untuk menanyakan kepastian pengiriman  tiketnya, namun dijawab oleh  tersangka jika  kode  aktivasi  tiket  harus Kepala  Bidang  Humas  Polda  Sulsel,  Kombes Polisi,  Endi  Sutendi mengatakan  bahwa  dengan  adanya  kecurigaan  setelah tahu jika aktivasinya dilakukan dengan menu transfer. Sehingga pada hari itu juga  Minggu  tanggal  23  Desember  2012  korban  langsung  melaporkan kejadian tersebut di SPKT Polda Sulsel. Dengan Laporan Polisi Nomor  : LP / 625 / XII / 2012 / SPKT, Tanggal 23 Desember 2012, katanya.
Menurut  Endi  adapun  Nomor  HP.  yang  digunakan  oleh  tersangka  adalah 082341055575  digunakan  sebagai  nomor  Contact  Person  dan  mengaku sebagai penanggung  jawab OXI TOUR & TRAVEL, 085331541444 digunakan untuk  SMS  Konfirmasi  bagi  korban  dan  02140826777  digunakan  untuk mengaku  sebagai  telepon  kantor  jika  korban  meminta  nomor  kantor  PT. ADARO INDONESIA ataupun OXI TOUR & TRAVEL, paparnya.
Sehingga  Penyidik  dari  Polda  Sulsel  menetapkan  tersangka yakni MUHAMMAD NURSIDI  Alias  CIDING  Alias  ANDY HERMANSYAH  Alias FIRMANSYAH  Bin  MUHAMMAD  NATSIR  D,  (29)  warga  Jl.  Badak  No.  3  A Pangkajene Kab. Sidrap. dan Korban SUNARDI H Bin HAWI,(28)warga Jl. Dg. Ramang Permata Sudiang Raya Blok K. 13 No. 7 Makassar. Dan menurut Endi pelaku dijerat hukuman Pasal 28 ayat (1)  Jo. Pasal 45 ayat (2) UU RI No. 11 tahun  2008  tentang  Informasi  dan  Transaksi  Elektonik  Subs.  Pasal  378 KUH Pidana. 

- Copyright © Cyber Law and Cyber Crime - Skyblue - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -